" Bisakah membedakan kebangsaan orang dari komposisi sendok-garpu pada piring bekas makanan dalam pesawat yang di tinggalkan?" Celoteh teman saya yang kebetulan bekerja untuk sebuah maskapai penerbangan. Jawabnya, jika sendok dan garpu membentuk tanda kali, artinya dia orang Amerika Serikat. Jika sendok dan garpu dalam posisi sejajar, kemungkinan besar dia berasal dari salah satu negara Eropa. Nah, jika tidak ada sendok dan garpu yang tersisa (baca : diambil), artinya dia orang Indonesia.
Ini guyonan yang terasa menyebalkan terlebih bagi kita, orang Indonesia, tetapi ternyata hal itu didasari kisah nyata yang terjadi berulang kali.
Memang tidak ada larangan tegas membawa pulang sendok-garpu, sebagaimana juga tidak melanggar hukum, tetapi tetap saja olok-olok ini mereferensikan minimnya pemahaman soal etika.
Cerita lain, beberapa waktu lalu dalam sebuah lomba lari jarak jauh, seorang pelari maraton elite dari Kenya mengurangi kecepatan larinya demi membantu seorang pelari difabel untuk minum. tindakan ini berakibat pada gagalnya si pelari Kenyamenjuarai lomba dan walhasil hanya menduduki posisi kedua. Apakah dia mengambil keputusan tepat? Jika hanya dilihat dari kacamata memenangkan lomba, sudah pasti keputusan untuk membantu pelari difabel salah besar. Namun, jika dipandangdari kacamata etis, tindakan ini justru tepat, terhormat bahkan terpuji.
Berkata Jujur
When in doubt, tell the truth - Mark Twain.
Tidak mudah mendifinisikan etika. Bisa jadi, secara umum, istilah tersebut berarti kemampuan berkata jujur apa adanya dan bertindak benar, apapun konsekuensinya. Bukan karena takut di perkarakan di pengadilan atau ditangkap aparat berwenang, melainkan etika muncul dari kesadaran diri tentang apa yang benar dan salah dalam kehidupan.
Menjaga etika sama sekali tidak mudah, mengingat rata-rata manusia berbohong 3 kali dalam 10 menit waktu percakapan. Bayangkan berapa banyak kebohongan dalam sehari, setahun atau seumur hidup. Ini bukan pendapat saya, tetapi para pakar ilmu psikologi.
Mau tau data-data relevan lain? Dalam sehari kita dibohongi rata-rata sebanyak 200 kali, dan 75 persen-85 persen dari kebohongan tersebut tidak bisa dideteksi. Dan, anak bayi sudah mulai belajar memanipulasi orangtua mereka sejak usia 6 bulan. Sehingga tidak mengherankan upaya menjadikan etika sebagai pedoman bisnis dan politik di Indonesia masih teramat jauh.
Honestly is the best policy. Kejujuran bukan sekedar berkata jujur pada orang lain, namun yang terpenting apakah sudah jujur pada diri sendiri. Salah satu bentuk yang paling nyata adalah dengan perilaku dan berbuatan. Manifestasinya banyak mulai dari memenuhi janji yang sudah diucapkan, senantiasa menyuarakan kebenaran dan bisa diandalkan dalam kondisi sesulit apapun.
Wrong is wrong - even if everyone is doing it.
Right is right - even if nobody is doing it.
Kebenaran bukan konteks popolaritas, bukan survei bukan transaksi. Kebenaran bukan juga milik yang paling berkuasa, paling kaya, atau paling populer.
Saat kejujuran sudah disangsikan dan para perilaku sudah di pertanyakan, tidak banyak yang tersisa dari seseorang, siapapun dia. Bagaimanapun, ketidakjujuran, ketiadaan akuntabilitas dan kredibilitas adalah resep paling ampuh untuk menghilangkan kepercayaan orang-meniadakan etika.
Apa yang muncul pada cerita pertama bisa jadi adalah cerminan saat etika hanya jadi sekedar obrolan akademik dan minimnya orang-orang yang patut di contoh tindak tanduk dan perilakunya. Semoga orang-orang baik yang jadi bagian dari bangsa ini mampu bertahan, bersinergi dan bertindak untuk bangsa ini. Robert Noyce sangat memahami hal ini saat dia mengatakan: "If ethics are poor at the top, that behaveior is copied down through organization/nation."
Diambil dari Harian Kompas/Klasika. Sabtu, 12 Desember 2015 halaman 35
Ultimate U by Rene Suhardono.
Wrong is Wrong - Even if Everyone is Doing It
Ini guyonan yang terasa menyebalkan terlebih bagi kita, orang Indonesia, tetapi ternyata hal itu didasari kisah nyata yang terjadi berulang kali.
Memang tidak ada larangan tegas membawa pulang sendok-garpu, sebagaimana juga tidak melanggar hukum, tetapi tetap saja olok-olok ini mereferensikan minimnya pemahaman soal etika.
Cerita lain, beberapa waktu lalu dalam sebuah lomba lari jarak jauh, seorang pelari maraton elite dari Kenya mengurangi kecepatan larinya demi membantu seorang pelari difabel untuk minum. tindakan ini berakibat pada gagalnya si pelari Kenyamenjuarai lomba dan walhasil hanya menduduki posisi kedua. Apakah dia mengambil keputusan tepat? Jika hanya dilihat dari kacamata memenangkan lomba, sudah pasti keputusan untuk membantu pelari difabel salah besar. Namun, jika dipandangdari kacamata etis, tindakan ini justru tepat, terhormat bahkan terpuji.
Berkata Jujur
When in doubt, tell the truth - Mark Twain.
Tidak mudah mendifinisikan etika. Bisa jadi, secara umum, istilah tersebut berarti kemampuan berkata jujur apa adanya dan bertindak benar, apapun konsekuensinya. Bukan karena takut di perkarakan di pengadilan atau ditangkap aparat berwenang, melainkan etika muncul dari kesadaran diri tentang apa yang benar dan salah dalam kehidupan.
Menjaga etika sama sekali tidak mudah, mengingat rata-rata manusia berbohong 3 kali dalam 10 menit waktu percakapan. Bayangkan berapa banyak kebohongan dalam sehari, setahun atau seumur hidup. Ini bukan pendapat saya, tetapi para pakar ilmu psikologi.
Mau tau data-data relevan lain? Dalam sehari kita dibohongi rata-rata sebanyak 200 kali, dan 75 persen-85 persen dari kebohongan tersebut tidak bisa dideteksi. Dan, anak bayi sudah mulai belajar memanipulasi orangtua mereka sejak usia 6 bulan. Sehingga tidak mengherankan upaya menjadikan etika sebagai pedoman bisnis dan politik di Indonesia masih teramat jauh.
Honestly is the best policy. Kejujuran bukan sekedar berkata jujur pada orang lain, namun yang terpenting apakah sudah jujur pada diri sendiri. Salah satu bentuk yang paling nyata adalah dengan perilaku dan berbuatan. Manifestasinya banyak mulai dari memenuhi janji yang sudah diucapkan, senantiasa menyuarakan kebenaran dan bisa diandalkan dalam kondisi sesulit apapun.
Wrong is wrong - even if everyone is doing it.
Right is right - even if nobody is doing it.
Kebenaran bukan konteks popolaritas, bukan survei bukan transaksi. Kebenaran bukan juga milik yang paling berkuasa, paling kaya, atau paling populer.
Saat kejujuran sudah disangsikan dan para perilaku sudah di pertanyakan, tidak banyak yang tersisa dari seseorang, siapapun dia. Bagaimanapun, ketidakjujuran, ketiadaan akuntabilitas dan kredibilitas adalah resep paling ampuh untuk menghilangkan kepercayaan orang-meniadakan etika.
Apa yang muncul pada cerita pertama bisa jadi adalah cerminan saat etika hanya jadi sekedar obrolan akademik dan minimnya orang-orang yang patut di contoh tindak tanduk dan perilakunya. Semoga orang-orang baik yang jadi bagian dari bangsa ini mampu bertahan, bersinergi dan bertindak untuk bangsa ini. Robert Noyce sangat memahami hal ini saat dia mengatakan: "If ethics are poor at the top, that behaveior is copied down through organization/nation."
Diambil dari Harian Kompas/Klasika. Sabtu, 12 Desember 2015 halaman 35
Ultimate U by Rene Suhardono.
Wrong is Wrong - Even if Everyone is Doing It
Komentar
Posting Komentar